Netanyahu Makin Tertekan, Desakan untuk Israel Akhiri Perang Gaza Menguat
Desakan bagi Israel untuk mengakhiri perang di Gaza terus menguat dari berbagai sisi, membuat Perdana Menteri Benjamin Netanyahu semakin tertekan.
Dukungan bagi Bibi—panggilan Netanyahu—sempat naik setelah perang 12 hari melawan Iran, tetapi kini memudar seiring konflik di Gaza yang menemui jalan buntu.
Menurut para analis yang dikutip kantor berita AFP, pertempuran kontra Iran tak cukup meredakan amarah rakyat Israel di dalam negeri yang jengah lantaran pembebasan sandera tak kunjung selesai.
Ilmuwan politik dari Israel, Assaf Meydani, menilai bahwa Netanyahu harus memberikan penjelasan atas sejumlah kegagalan selama memimpin.
Meydani dalam kolom di situs Ynet, Sabtu (28/6/2025), menuliskan bahwa Netanyahu gagal menumpas Hamas, kelompok bersenjata yang menjadi target utama Israel dalam operasi militer "Pedang Besi".
"Hamas, meskipun babak belur, belum hancur. 'Pedang Besi' justru menjadi konflik yang berkepanjangan," ujarnya, dikutip dari AFP. "Ketegangan sedang membara."
Dukungan untuk Netanyahu tak lagi solid
Saat serangan ke Iran berlangsung, banyak warga Israel mendukung Netanyahu karena khawatir terhadap ancaman nuklir dari negara rivalnya itu.
Akan tetapi, setelah gencatan senjata dengan Iran diumumkan, tekanan dari dalam dan luar negeri kembali menguat agar konflik di Gaza segera disudahi.
Jajak pendapat yang dirilis stasiun tv publik Kan Israel, sehari setelah gencatan senjata, menunjukkan bahwa meski ada peningkatan dukungan terhadap Netanyahu, mayoritas publik tetap menginginkan perubahan kepemimpinan.
Survei itu menyebutkan bahwa 52 persen responden ingin Netanyahu lengser. Sementara itu, hampir dua pertiga responden menyatakan keinginan agar perang di Gaza segera dihentikan. Hanya 22 persen yang mendukung kelanjutan operasi militer.
Surat kabar Maariv bahkan melaporkan bahwa lonjakan dukungan terhadap Netanyahu pasca-gencatan senjata dengan Iran hampir sepenuhnya menguap hanya dalam hitungan hari.
Unjuk rasa menuntut gencatan senjata Gaza kembali berlangsung di pusat Tel Aviv, Sabtu (28/6/2025).
Ribuan orang berkumpul menyerukan agar pemerintah segera membuat kesepakatan damai demi memulangkan puluhan sandera yang masih ditahan Hamas sejak serangan 7 Oktober 2023.
Liri Albag, mantan sandera yang dibebaskan pada Januari 2025 dalam gencatan senjata singkat, ikut berorasi dalam demonstrasi tersebut.
"Netanyahu dan Trump membuat keputusan berani terhadap Iran. Sekarang, buatlah keputusan berani untuk mengakhiri perang di Gaza dan membawa pulang para sandera," kata Albag di hadapan massa.
Dari sisi politik, tekanan juga datang dari mantan perdana menteri Israel, Naftali Bennett. Ia menilai pemerintah saat ini gagal mengambil keputusan strategis dalam menghadapi kebuntuan di Gaza.
"Netanyahu harus mundur. Dia telah berkuasa selama 20 tahun... itu terlalu lama," ujar Bennett dalam wawancara dengan Channel 12 yang ditayangkan Sabtu malam.
"Orang-orang menginginkan perubahan, mereka menginginkan ketenangan," tambahnya.
Bennett juga menyarankan adanya perjanjian komprehensif yang tidak hanya mencakup penghentian perang, tetapi juga memastikan pembebasan seluruh sandera yang masih ditawan Hamas.
Seruan Trump dan kritik aktivis
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menyoroti situasi di Gaza lewat platform Truth Social.
Dalam unggahannya pada Sabtu, ia menulis bahwa Netanyahu harus merundingkan kesepakatan dengan Hamas untuk pembebasan sandera.
Keesokan harinya, Trump menegaskan kembali desakannya: “BUAT KESEPAKATAN DI GAZA. KEMBALIKAN PARA SANDERA!!!”
Netanyahu merespons dengan menyatakan bahwa perang dengan Iran menciptakan “peluang” untuk membebaskan para sandera yang masih tersisa di Gaza.
Namun, di mata sebagian warga, terutama keluarga korban, pernyataan itu tidak cukup.
Gil Dickman, aktivis yang dikenal aktif menyerukan pembebasan sandera, mengkritik Netanyahu karena dianggap gagal mencegah serangan Hamas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada 2023.
Dickman merupakan sepupu dari Carmel Gat, sandera yang terbunuh di Gaza. Jenazah Carmel dievakuasi dari wilayah tersebut pada Agustus lalu.
"Kegagalan yang mengerikan dan pengabaian para sandera oleh Netanyahu tidak akan dilupakan," kecam Dickman.
Meski demikian, Dickman mengaku memiliki sedikit optimisme terhadap peluang perdamaian setelah pernyataan terbaru dari Trump.
“Kami tidak bisa menyelamatkan sepupu saya, tetapi kami masih bisa menyelamatkan mereka yang masih hidup di Gaza,” pungkasnya.
0 Response to "Netanyahu Makin Tertekan, Desakan untuk Israel Akhiri Perang Gaza Menguat"
Posting Komentar